May 26, 2011

....dan tersenyumlah pada dunia....

Ketika baru lulus kuliah dulu, sebenarnya saya sudah ditawari untuk menikah, namun saat itu saya tolak dengan tegas dengan alasan mau bekerja dulu, mencoba mempersebahkan sedikit bakti pada orang tua. Dua tahun kemudian, dating kembali tawaran yang sama, dan kebetulan saya pun sdh merencanakan menikah. Dia seorang pemuda biasa sedang saya sedang dalam semangat keislaman yang tinggi hingga saya mensyaratkan dia harus bisa mengaji yang kemudian di tolaknya. Bukan masalah, toh saya masih muda baru 24 tahun. Menjelang 25 datang lagi tawaran dan kali sesuai dengan yg saya inginkan tp harus putus ditengah jalan karena sebab yang lain. Setelah itu tawaran tetap datang silih berganti yang juga putus ditengah jalan karena berbagai alasan salah satunya yg bikin saya menyesal yakni dia menginginkan saya mendahulukan kepentingan keluarga. Saya yang mengangap itu larangan kembali menolaknya. Dan ini yang paling membuat saya menyesal. Setelah itu sampai sekarang tidak ada satupun tawaran yang datang pada saya, andai adapun mereka lah yg menolak saya. Saya menjadi tau bagaimana rasanya ditolak.

May 20, 2011

Ramah-ramah kampung :)

Mungkin itu istilah yang cocok dipakai untuk menggambarkan sifat orang-orang local yang saya temui selama 4 bulan tinggal di Brisbane, tepatnya di St. Lucia. Seperti pagi ini, saya tiba-tiba disapa seorang grandpa dengan “good morning” plus senyuman ^_^, atau seorang biker yang tiba-tiba turun dan bilang “you should hail the bus” waktu melihat bus yang melewati saya, padahal itu bus express yang gak berhenti di setiap bus stop he...he..., atau betapa seringnya kata “sorry” dipakai disini, gak peduli siapa yang salah. Saya pun mulai membiasakan diri untuk sekedar bilang “hello” waktu naik bus dan bilang “thank you” saat turun.  O ya satu lagi, bisa dibilang hampir semua kasir disini akan bilang “how you going” untuk sekadar menyapa pelanggannya.
Saya pun mulai membandingkan dengan di Indonesia. Hmmm…. Paling tidak saya masih merasakan keramahan yang sama kalau saya pergi keluar kota, dimana penduduknya masih mengenal istilah sapa-menyapa. Sebenarnya di Jakarta pun saya masih melihat keakraban diantara penduduknya.

May 18, 2011

Worrying too much gets you nowhere....

Jadi mau nulis tentang ini setelah baca salah satu twit Mbak Trinity si penulis buku Naked Traveler. Meskipun ditulis oleh seorang traveler, bukan berarti  ini hanya berlaku untuk hal-hal yang berhubungan dengan urusan plesiran, tapi juga untuk urusan hati dan masa depan, halah bahasanya ^_^
Yupz… at least itu saya dapat dari pergaulan dengan beberapa teman yang kadang merasa susah untuk melangkah ke tingkatan lebih serius dalam hubungannya.  Ada yang bilang gimana ke depannya. Jawab saya (dalam hati tentunya) siapa yang tau masa depan.  Bukankah cuma Dia yang tau tentang itu. Jangankan untuk masa depan, untuk satu jam ke depan aja kita gak punya cukup pengetahuan tentang itu.
Ada juga yang bilang masih ada perbedaan. Lho....bukankah kembar pun gak ada yang identik. Bukankah Dia menciptakan semua dengan keunikan masing-masing. Jadi masih menurut saya pribadi, bukankah lebih penting bagaimana mengkompromikan perbedaan itu dan menciptakan beauty in diversity...halah opo meneh iki